Gugat UU ASN, PNS Merasa Hanya Jadi Pelayan Pejabat Negara

Gugat UU ASN, PNS Merasa Hanya Jadi Pelayan Pejabat Negara

- detikNews
Senin, 05 Mei 2014 07:57 WIB
Jakarta - Gugatan uji materil UU Aparatur Sipil Negara (ASN) dilayangkan sejumlah PNS ke Mahkamah Konstitusi (MK). Para PNS ini merasa dikebiri hak konstitusional mereka untuk menduduki jabatan negara seperti presiden atau wakil presiden atau kepala daerah. Sesuai UU ASN, para PNS harus mundur lebih dahulu apabila ingin maju bertarung untuk posisi strategis tersebut. Hal ini yang tak diterima para PNS tersebut.

"Maka keberadan PNS hanya sebagai budak pelayan bagi pejabat negara yang rekrutmennya tidak adil dan diskriminatif tersebut," tulis para penggugat dalam siaran pers, Senin (5/5/2014).

Pada Kamis (3/4) lalu, beberapa PNS yang tercantum sebagai pemohon uji materil itu adalah Dr.Rahman Hadi,MSi, Dr. Genius Umar,S.Sos,MSi, Empi Muslion,AP,S.Sos,MT,MSc, Dr.Rahmat Hollyson Maiza,MAP, Dr.Muhadam Labolo, Dr. Muhammad Mulyadi,AP,MSi, Sanherif S. Hutagaol, S.Sos,MSi, Dr.Sri Sundari,SH,MM. Mereka diwakili konsultan hukum yang tergabung dalam Silas Dutu & F.Alex Damanik Law Office.

Dalam pasal 119 dan 123 ayat (3), disebutkan jika PNS mencalonkan diri atau dicalonkan untuk menduduki jabatan negara (Presiden dan Wakil Presiden; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah; gubernur dan wakil gubernur; bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota), mereka diwajibkan menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon.

"Jika PNS didiskriminasi seperti ini, hanya difokuskan untuk bekerja dibidang administrasi negara, melayani masyarakat dan sebagai kekuatan utama dalam perekat NKRI, tetapi disatu sisi tidak diberi keadilan dan kesempatan yang sama kepada mereka dibidang hak profesinya untuk dapat menduduki jabatan negara yang disebutkan diatas, sebagaimana hak profesi masyarakat sipil lainnya. Maka PNS hanya bak katak dalam tempurung, mereka hanya menjadi budak-budak dari para pengambil kebijakan dan pembuat regulasi, dan tentu saja hak-hak mereka lainnya tidak ada yang memperjuangkannya," jelas para penggugat.

Menurut para penggugat, jabatan negara untuk kepala daerah, dialam demokrasi saat ini, saluran untuk memperebutkan jabatan negara untuk Kepala Daerah tidak hanya lewat partai politik, tetapi ada saluran jalur independen, yang tidak ada kaitannya dengan partai politik, tentu semakin melanggar hak azazi politik PNS jika mereka diwajibkan harus berhenti dari profesinya sejak pendaftaran pencalonan.

Di samping menurut para penggugat juga, ada beberapa konsekuensi logis dari pemberlakuan pasal 119 dan pasal 123 ayat ini bagi profesi ASN/PNS yakni UU ASN mengebiri hak mendapatkan pekerjaan bagi PNS/ASN, UU ASN mendiskriminasi profesi warga negara, UU ASN inkonsistensi dengan UU yang mengatur profesi warga negara lainnya, UU ASN mengamputasi hak PNS untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam hukum dan pemerintahan, UU ASN paradoks dan ambigu akan cita cita ideal sebuah profesi PNS/ASN, UU ASN menyebabkan terekspolitasinya profesi PNS oleh kalangan politisi, UU ASN melanggar persamaan hak politik warga negara dan melanggar hak azazi manusia.

"UU ASN menutup sebagian peluang anak bangsa untuk mengabdi bagi negara secara setara dan adil serta adanya tendensius dan subjektifitas yang berlebihan terhadap profesi PNS/ASN dalam pembuatan UU ASN," tutup para penggugat.




ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

(ndr/fdn)