Nafkah dari Suami, Digunakan untuk Apa Saja?

Nafkah dari Suami, Digunakan untuk Apa Saja?

Annissa Sagita - detikFinance
Rabu, 18 Jan 2017 06:58 WIB
Foto: Istimewa
Jakarta - Sudah umum berlaku di sebagian besar masyarakat kita bahwa suami sebagai kepala keluarga memberikan sebagian atau bahkan seluruh penghasilan ke istri untuk dikelola. Selain untuk belanja makanan dan keperluan sehari-hari, dialokasikan untuk apa lagikah uang tersebut?

1. Simpanan untuk berjaga-jaga apabila ada kebutuhan darurat
Suami yang menyerahkan sebagian atau seluruh penghasilannya kepada istri berarti telah mempercayai istrinya untuk mengelola uang tersebut. Besar kemungkinan, termasuk urusan simpan-menyimpan.

Oleh karena itu, uang yang dikelola istri sebaiknya tidak habis dibelanjakan (untuk makanan dan kebutuhan sehari-hari) saja, melainkan harus disimpan sebagian.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Permasalahan yang akan timbul adalah apabila uang yang diberikan suami dirasa tidak cukup untuk belanja dan tabungan. Di sinilah diperlukan adanya komunikasi dan kompromi antara kedua belah pihak.

Suami harus mengerti apabila keluarga butuh adanya uang simpanan untuk berjaga-jaga yang tidak boleh diutak-atik. Istri pun harus mengerti kemampuan suami menghasilkan uang. Kedua belah pihak sudah sepantasnya saling mendukung.

2. Investasi untuk pensiun dan pendidikan anak
Jika dinobatkan sebagai 'menteri keuangan' rumah tangga, istri memiliki tugas untuk mengerti tentang perencanaan keuangan. Bahwa uang yang ada saat ini, harus bisa digunakan dengan seimbang: untuk saat ini dan masa depan.

Karena dengan mengandalkan tabungan tentunya tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan jangka panjang yaitu pensiun, tentunya harus mengerti bagaimana caranya untuk berinvestasi dengan uang yang ada saat ini.

Tidak semua orang mengerti bagaimana cara berinvestasi yang baik dan benar. Jika suami ingin istri mengerti tentang bagaimana mengatur keuangan termasuk cara berinvestasi, suami wajib menyediakan akses dan fasilitas untuk istri belajar.

Jika perlu, membiayai istri untuk ikut serta dalam workshop mengatur keuangan pribadi. Begitupun sebaliknya.

Hasil dari pembelajaran tersebut tentunya akan berguna bagi keluarga, menghindari kesalahan-kesalahan keuangan yang umum terjadi di kalangan keluarga terutama keluarga muda, sehingga menyelamatkan keluarga dari kerugian keuangan yang sering terjadi.

Mengapa pensiun dan pendidikan anak?

Banyak orang lengah terhadap persiapan pensiun, tidak terkecuali para pemegang jabatan tinggi di perusahaan. Uang pesangon yang didapatkan jumlahnya terlihat besar, namun dibandingkan dengan gaya hidup yang 'terlanjur' terjadi selama memegang jabatan/selama menjadi karyawan dan menerima gaji, justru uang pesangon tidak akan bertahan lama.

Kebanyakan orang pun akan berpikiran untuk berbisnis, namun berbisnis harus dilakukan maksimal lima tahun sebelum pensiun. Jika dilakukan jauh sebelum lima tahun akan lebih bagus.

Namun yang terjadi justru orang baru terpikir bisnis setelah mengetahui ada pesangon yang akan diberikan, dan uang pesangon tersebut dilihat sebagai modal berbisnis.

Pendidikan anak tentu merupakan tujuan keuangan yang tidak bisa diabaikan. Setelah anak lahir, menjadi kewajiban orangtua untuk memberikan pendidikan yang layak.

Sayangnya biaya sekolah semakin ke depan akan semakin mahal, dan akan sangat beresiko apabila mengandalkan anak untuk mendapat beasiswa.

Sayangnya, dalam menyiapkan dana untuk pendidikan anak pun banyak orangtua yang 'terpeleset', memilih produk yang salah dan bukannya memberikan dana yang cukup untuk anak masuk sekolah, malah harus 'nombok' saat tiba waktunya anak sekolah.

Hal-hal seperti ini yang sangat penting dan sudah seharusnya suami-istri menjadi 'melek' keuangan.

3. Gaji istri
Apabila istri tidak bekerja (atau bekerja sekalipun) istri membutuhkan 'gaji' dari suami. Gaji ini adalah untuk kebutuhan pribadi istri misalnya untuk membeli pakaian, tata rias (make up), sepatu/tas, bahkan kursus/workshop/pendidikan formal/non formal lainnya. Pengertian gaji ini tentunya harus dipisah dari uang yang diterima untuk belanja.

Ini juga perlu dikomunikasikan dengan suami. Setiap rumah tangga berbeda-beda, ada beberapa pasangan di mana pengaturan keuangan justru diserahkan kepada suami, karena suami dianggap lebih handal mengelola keuangan.

Tidak ada yang benar dan salah, semua kembali kepada kondisi masing-masing. Namun, keterbukaan apalagi soal uang sangat penting.

Biarpun salah satu pihak tidak memegang uang, setidaknya pihak yang memegang uang terbuka, jujur dan memberikan laporan serta bukti keuangan ke pihak lainnya.

Hal ini sangat sensitif karena uang seringkali menjadi pemicu timbulnya pertengkaran bahkan perceraian.

Untuk belajar lebih lanjut mengenai mengatur keuangan keluarga, silakan cek di sini: http://bit.ly/pmjan17

(ang/ang)